Kamis, 07 Juli 2011

Tonggak-tonggak Khoiru Ummah

T O N G G A K  -  T O N G G A K   K H O I R U   U M M A H
(Oleh A. Yasir, disalin dari Majalah Sabili No. 37/III April 1991)
        Generasi Muslimin perdana (para sahabat Rasulullah s.a.w. semoga meridlai mereka) dinilai Rasulullah s.a.w. sebagai "khairu-qurun" (generasi terbaik). Bahkan Allah SWT memberinya predikat "khairu ummah" (ummat terbaik) dengan firman-Nya: 
"Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada ALlah"                                         (Q.S. Ali Imran 110)
               Khitob (cicerone) ayat ini adalah Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya.
Predikat ini selanjutnya diberikan kepada umat yang memiliki karakteristik sifat-sifat seperti yang dimiliki generasi pertama itu.
        Penilaian Allah atas khoiru ummah tidak didasarkan pada nilai-nilai material atau keberhasilan-keberhasilan duniawi, seperti penaklukan- penaklukan kota musuh atau pengumpulan ghonimah yang melimpah ruah.
        Mengapa demikian?  Karena keberhasilan-keberhasilan material itu tak lain merupakan natijah (hasil) kondisi mental sepirititual mereka yang unik hasil tempaan murobbi teladan, yaitu Rasulullah s.a.w. Asy-syahid Sayyid Quthub dalam "Ma'alim Fith-Thoriq" menjuluki generasi Muslimin itu sebagai "Al-Jiilul-Qur'any Al-Fariid" (generasi Qur'ani yang unik). Julukan aatersebut sangat tepat karena kehidupan individu (fardy), keluarga (usrah) dan masyarakat (mujtama'). Atas dasar ini tidaklah tepat menilai "hanif" tidaknya sebuah gerakan da'wah berdasarkan keberhasilan atau kegagalan material.
        Lembaran sejarah para sahabat r.a. memperlihatkan bahwa tidak ada  satu ayat Al-Qur'an pun yang tidak ter-realisir dalam kehidupan mereka.  Seluruh isi  Al-Qur'an telah menjadi sibghah (celupan) bagi generasi tersebut  secara umum. Ketinggian umat terletak pada keimanannya kepada Allah SWT dan  kitab-Nya secara utuh tanpa ada pemilahan.
"Dan janganlah kalian merasa hina (rendah) dan jangan (pula) kalian merasa  bersedih. Kalian adalah umat yang paling tinggi, jika kalian (benar-benar)  beriman."      (QS Ali Imran 139)
        Pemilahan terhadap syari'at Allah dalam bentuk mengimani sebagiannya
 dan menolak sebagian lagi, mengakibatkan kejatuhan ummat tersebut ke lembah  kenistaan di dunia dan akhirat. Mereka tak layak lagi menyandang predikat  "Al-A'laun" atau "khairu ummah". 
"Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab dan kufur kepada sebagian
lagi. Maka tiada balasan bagi orang yang berbuat demikian selain kehinaan
di dunia dan pada hari akhirat akan dicampakkan ke dalam siksaan yang berat."
(QS Al Baqarah 85)
        Ada beberapa karakteristik generasi sahabat, yang merupakan tonggak-
 tonggak "khairu ummah". Diantaranya:
 1. Jujur dan setia akan janji kepada Allah
"Diantara orang-orang Mu'min itu ada orang-orang yang menepati janji-janji-  nya kepada ALlah; maka di antara mereka ada yang gugur; dan diantara mereka ada yang menunggu. Dan mereka tidak merubah janjinya sedikitpun."
(QS Al Ahzab 23)
        Ayat ini turun sehubungan dengan sahabat yang bernama Anas bin Nadlir. Anas bin Malik menuturkan: "Pamanku, Anas bin Nadlir tidak turut serta dalam perang Badar. Oleh karena itu dia merasa sangat menyesal dan berkata:
        'Aku tidak turut serta dalam pertempuran pertama yang diikuti         Rasulullah saw Kalau ALlah menakdirkan aku mengikuti pertempuran         bersama Rasulullah s.a.w. di kemudian hari, niscaya ALlah akan         menyaksikan apa yang akan aku perbuat!'
Maka tibalah hari perang Uhud. Sa'ad bin Mu'adz menghampirinya, lalu berkata:
        'Wahai Abu Amer (Anas bin Nadlir) hendak kemana engkau?'
Ia menjawab:
Alangkah nikmatnya bau harum angin sorga. Aku menciumnya ada dibalik bukit Uhud!'
 Lalu ia bertempur sampai syahid. Pada tubuhnya diketemukan lebih dari delapan puluh luka bacokan, tusukan tombak atau panah. Lalu turunlah ayat tersebut" (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ar-Tirmidzi dan lain-lain. Lihat tafsir Fathul-Qodir).
        Pada riwayat lain diceritakan juga ketika Rasulullah memeriksa para
syuhada perang Uhud, beliau melewati tubuh Mush'ab bin Umair yang tergolek
tak bernyawa. Lalu Rasulullah saw. membacakan ayat tersebut.
        Mush'ab bin Umair sendiri menemui syahidnya setelah berjuang habis- habisan sebagai tameng Islam dan tameng Rasulullah saw. sampai kedua tangan- nya putus ditebas lawan.
        Demikianlah beberapa contoh sikap para sahabat dalam menepati janji- janjinya kepada ALlah SWT. Mereka sadar, sejak mereka mulai mengayunkan langkah pertama memasuki pintu gerbang Islam, mereka sudah "teken" kontrak dengan Allah SWT. Ikrar syahadatain -<Laa ilaaha illallah Muhammadar Rasulullah>- mereka yakini sebagai ikrar kesetiaan. Setia terhadap Allah dengan cara membela dan menegakkan syari'atNya, sehingga pengabdian diarahkan kepada-Nya semata. Setia terhadap utusan-Nya dengan membela Rasulullah dan melindungi risalah yang dibawanya, sebagaimana mereka membela diri dan
keluarga sendiri. 
        Shidq (kejujuran, kesetiaan) terhadap janji -  terutama dengan Allah SWT merupakan akhlak asasi bagi seorang Mu'min dan mujahid. Tanpa sifat ini tidak mungkin umat Islam dapat mencapai kejayaan. 
2. Tegar dan tak gampang menyerah
        Karakteristik lain adalah ketegaran mereka dalam memegang prinsip, dan tidak gampang menyerah terhadap rintangan, godaan dan ujian, betapapun beratnya.
"Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya  yang shaleh. Mereka tidak lemah dalam menghadapi apa yang menimpa mereka di jalan ALlah, tidak lesu dan tidak gampang menyerah. Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."       
 (QS Ali Imran 146)
        Tidak sulit mencari contoh keteguhan generasi sahabat. Karena seluruh kehidupan mereka sarat dengan kisah-kisah perjuangan yang diwarnai dengan keberanian, pengorbanan dan ketegaran.
        Sahabat Abdullah bin Mas'ud umpamanya. Seorang sahabat yang berpawakan kerempeng, kurus kering dan pendek. Suatu hari dia naik sebatang pohon sampai terlihat betisnya yang kecil, sehingga beberapa sahabat yang melihat mentertawakannya. Namun Rasulullah SAW mengatakan: "Kalian mentertawakannya karena dia kurus. Demi ALlah, kalau kedua betisnya itu ditimbang, niscaya akan lebih berat dari gunung Uhud".
        Orang yang kurus kering, kerempeng dan pendek itu pernah mendatangi orang-orang kafir Quraisy yang sedang berkumpul di sekitar Ka'bah. Tanpa rasa takut ia membacakan ayat-ayat Al-Qur'an -- Surat Ar-Rahman – dengan suara lantang.
        Hal itu membangikitkan keberangan orang-orang kafir Quraisy. Tanpa membuang kesempatan mereka bangkit dan menghadiahkan "bogem mentah" sepuas- puasnya. Abdullah bin Mas'ud kembali kepada pada sahabatnya dalam keadaan babak belur. Tubuhnya berlumuran darah.
        "Inilah yang aku khawatirkan terjadi atas dirimu!" sambut salah seorang sahabat. Ibnu Mas'ud menjawab: "Demi ALlah, kalau kalian masih menginginkan aku melakukannya sekali lagi, niscaya akan aku lakukan!".  
                              
3. Tidak tergiur kesenangan dunia
        Allah SWT menerangkan sifat orang-orang yang mengisi rumah-Nya, yaitu para sahabat sebagai orang-orang yang tidak pernah dilalaikan oleh utusan-utusan dunia. Aktifitas bisnis mereka tidak membuat mereka lupa zikrullah, mendirikan sholat dan mengeluarkan zakat. Firman ALlah:
"(Yaitu) orang-orang yang bisnis dan perdagangan (mereka) tidak membuat mereka lalai dari dzikrullah, mendirikan sholat dan mengeluarkan zakat".
(QS An-Nur 37)
        Namun bukan berarti mereka tidak menggarap bidang kehidupan yang berkaitan dengan "hasanah" di dunia. Bahkan ayat di atas mengisyaratkan bahwa mereka pun melancarkan Aktifitas duniawi. Namun mereka tidak menjadikan  dunia sebagai tujuan, melainkan sebagai wasilah (sarana atau alat) untuk mencapai tujuan. Mereka sadar, untuk kemajuan Islam mereka harus dapat mendaya-gunakan seluruh potensi yang ada di dunia ini. Hal itu tergambar pada do'a sahabat Umar bin Khattab:
"Ya Allah, tempatkanlah dunia dalam genggaman tangan kami dan jangan kau tempatkan dia di lubuk hati kami."
        Dari sinilah tergambar kadar keterkaitan hati mereka dengan dunia. Oleh karena itu Utsman bin 'Affan tidak merasa berat menyedekahkan kepada ummat Islam barang dagangannya yang oleh para pedagang telah ditawar dengan menjanjikan keuntungan 500%.
5. Hubbut-Tathohhur (cinta pembersihan diri)
        Segala sifat istimewa yang ada pada mereka tidak membuat mereka merasa "suci diri". Bahkan sifat-sifat itu membuat mereka semakin takut kepada Allah SWT dan adzabNya. Oleh karena itu mereka senantiasa melakukan proses
"tathohhur" (pensucian diri), karena sebagai manusia mereka kerap melakukan kekhilafan dan kekeliruan. 
        Allah sungguh sangat mencintai orang yang senantiasa ber-"tathohhur". Pada dasarnya tidak ada manusia yang "thohir" (suci) yang tidak pernah mela- kukan dosa kecuali para "ma'shuum". Firman ALlah tentang sifat ini pada mereka:
"Di dalam (masjid ALlah) itu ada orang-orang yang cinta membersihkan diri. Dan Allah mencintai orang-orang yang membersihkan diri."
(QS At-Taubah 108)
        Mudah-mudahan kita bisa meneladani generasi para sahabat agar kita layak menyandang predikat "khairu ummah" dan menjadi ummat yang "Al-A'laun".

Tidak ada komentar:

Blog Archive

Arsip Blog