Rabu, 18 April 2012

HAKIKAT HIDUP MANUSIA

 “Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya”
(Ali ra)
Agar hidup kita memiliki keteratahan, sebelumnya kita harus memahami siapa dan hakikat diri ini. Dr Alexis Carrel menjelaskan tentang rumitnya memahami tentang hakikat manusia. “Sebenarnya manusia telah mencutahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuwan filsuf, dan lain-lainnya. Taki kita (manusia) hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita, karena tidak mengetahui manusia secara utuh.”
Ada sebuah pertanaan yang mendasar sekali, yang jawaban dari pertanyaan ini akan membentuk paradigma tentang hakikat manusia dan kegidupannya. Pertanyaan ini dalam istilah jawa dinamakan “sangkan paraning dumadi” (asal muasal manusia). Sedangkan menurut Muhamman Husain Abdullah, disebut sebagai al-Uqdatul Kubra, atau simpul yang sangat besar.
Di sebut demikian, karena mengandung penjelasan bahwa bila pertanyaan atau permasalahan cabang berikutnya yang dihadapi manusia dalam kehidupan di dunia ini. Pertanyaan itu adalah,
Darimana aku berasal, untuk apa aku hidup, dan akan kemana aku setelah mati.
Pertanyaan ini sangat penting, agar nantinya kita memiliki kesadaran spirituil. Dan juga kana menguatkan konsep diri kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini.
(1)     Darimanakah aku?
Saudara, diri kita ini milik siapa? Salah satu tanda kepemilikan, adalah adanya kebebasan untuk menentukan dengan sesuka hati terhadap apa yang dimiliki itu. Lalu apakah kita mempunyai kebebasan dalam menentukan kehadiran kita di dunia ini? Bisakah kita menentkan jenis kelamin kita atau memilih siapa orang tua kita. Tentu andai tidak bisa, dan hal ini menunjukkan kita ini adalah makhluk. Sedangkan yang menciptakan kita adalah Allah swt. “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa.” (QS Al Baqarah : 21)
(2)     Untuk apa kita hidup?
Seseorang yang tidak memahami, tentang eksistensi dirinya dan fungsi dari kehidupannya, akan mengalami disorientasi, baingung, bahkan seperti orang majnun (gila). Orang seperti itu sama halnya orang yang tidak berTuhan (beriman yang benar), ia hidup sudah begitu lama tapi tidak menyadari kenapa ia hidup, kenapa ia mati. Kondisi semacam ini, digambarkan dalam sebuah syair :
Aku telah datang
Tapi aku tidak tahu dati mana
Akan tetapi aku telah tiba
Aku telah melihat di hadapanku sebuah jalan
Lalu aku berjalan
Aku senantiasa berjalan suka atau tidak suka
Bagaimana aku telah tiba?
Bagaimana aku telah melihat jalanku?
Aku tidak tahu
Mengepa aku tidak tahu?
Aku tidak tahu!
Akhirnya hidupnya bersemboyan “hidup adalah materi.” Bersenang-senang dengan menghalalkan segala cara, menjadi gaya hidupnya. “Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (di dunia), dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang dan api neraka adalah tempat bermukimnya mereka kelak.” (QS. Muhammad : 12).
Padahal kehadiran kita ke muka bumi memiliki misi dan fungsi yaitu untuk beribadah kepada-Nya. “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz Dzariyat :56)
(3)     Kemana setelah kehidupan ini akan pergi?
Hidup ini ada batas akhirnya, dan yang memutuskan kelezatan hidup itu adalah kematian. “Di mana saja kamu berada, kematian akan menjemputmu, walau kamu berada dalam benteng yang tinggi dan kokoh.” (QS An Nisa : 78)
Hanya matinya manusia tidak seperti hewan, setelah mati tidak ada pertanggung jawabannya apa-apa. Tapi justru kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan setelah kematian. Karena disitu tidak ada lagi medan amal, tapi sebaliknya kita akan dihisab (dihitung) semua perilaku kita di dunia ini. “Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan)semua perbuatannya. Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” ((QS Az Zalzalah : 6-8)
Manusia yang tidak memahami 3 pertanyaan mendasar dalam kehidupan tersebut hidupnya akan selalu gelisah. Karena dihantui tentang hari depannya, kematian, dan sebagainya. Mereka tidak tahu siapa yang mengadakannya, tidak tahu mana jalan yang harus ditempuh, jalan yang diridhai penciptanya, dan tidak tahu apa yang menunggu mereka setelah meninggal dunia.
Di negeri Jepang, pernah terjadi seorang yang bunuh diri karena ingin membuktikan kehidupan akhirat itu ada atau tidak. Dan di sana orang mudah sekali mengakhiri hidupnya bila mengalami kegagalan, dikiranya semua telah selesai bila ia mati.
Itulah gambaran manusia yang hidup tanpa bimbingan wahyu, bagaikan berjalan di tengah kegelapan malam yang kelam. Karena tidak ada guide atau pelita yang menunjukkan jalan-jalan kebenaran dan keselamatan.

Tidak ada komentar:

Blog Archive

Arsip Blog